PUASA

Kamis, 13 Juni 2013

Puasa secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari segala sesuatu, baik itu makanan, bicara perbuatan atau lainnya. Seperti firman Allah yang menceritakan kisah Siti Maryam
إنى نذرت للرحمن صوما
Maksud kata “shauma” pada ayat ini adalah menahan diri dari berbicara. Orang arab juga mengucapkan فرس صائم  artinya : Kuda itu berhenti, kata “shaimun” disini bermakna tidak berjalan.

Pengertian puasa pada istilah agama adalah : menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan puasa dengan syarat-syarat tertentu. Maksud menahan diri disini adalah tidak mengerjakannya, sehingga jika dimasukkan sesuatu kedalam mulut secara paksa tidak membatalkan puasa, walau disini tidak ada menahan diri dari makanan artinya makanan telah masuk ke dalam tubuh kita.

Puasa disyari’atkan pada bulan Sya’ban tahun ke dua Hijriah. Ibnu Hajar al-Haitami tidak menjelaskan waktu pensyari’atan puasa Ramadhan dalam bulan Sya’ban, apakah di awal, tengah atau akhirnya. Rasulullah berpuasa sebanyak sembilan kali, karena beliau menetap di Madinah selama sepuluh tahun. Puasa di bulan ramadhan merupakan salah satu ibadah khusus ummat Nabi Muhammad, karena itu pengertian dari ayat QS:2:183 كما كتب على الذين من قبلكم “artinya : sebagaimana telah diwajibkan terhadap ummat sebelum kamu” adalah pentasybihan (persamaan) secara muthlaq (umum) puasa, bukan pentasybihan pada kadar dan waktu puasa. Pendapat yang mengatakan bahwa puasa bulan Ramadhan merupakan keistimewaan ummat Nabi Muhammad adalah pendapat yang lebih kuat dari pendapat yang mengatakan bahwa puasa Ramadhan juga diwajibkan kepada ummat lain. Kewajiban berpuasa dalam bulan Ramadhan merupakan hukum yang dharury (diketahui oleh semua lapisan), karena itu seseorang yang mengingkari wajib berpuasa dalam bulan Ramadhan dihukumkan dengan kafir.


Puasa diwajibkan kepada muslim yang baligh (sampai umur), berakal dan mampu melakukan puasa. Dari klasifikasi ini dapat difahami bahwa non muslim tidak diwajibkan berpuasa. Muslim yang dimaksudkan disini adalah laki-laki dan perempuan yang masih dan atau pernah dalam islam, karena itu kepada murtad juga diwajibkan berpuasa dengan pengertian sebab wajib berpuasa tertuju kepadanya karena diwajibkan mengkadha puasa jika murtad kembali kepada Islam. Berbeda dengan kafir yang masuk Islam, tidak dituntut mengkadha puasa. Puasa tidak diwajibkan kepada anak-anak sekalipun puasa yang dilakukan anak-anak hukumnya sah, dapat difahami dari uraian sah puasa dibawah ini. Puasa juga tidak diwajibkan kepada orang gila yang bukan karena unsur kesengajaan, jika seseorang gila karena kesengajaan seperti meminum minuman yang memabukkan atau lainnya maka puasa diwajibkan kepadanya dengan mengkadhanya jika telah sembuh. Dan puasa juga tidak diwajibkan kepada orang yang tidak mampu melaksanaknnya, seperti orang yang sangat tua atau karena sakit yang tidak ada harapan sembuh. Orang yang tidak mampu melakukan puasa diwajibkan membayar fidyah (memberikan beras kepada fakir miskin) untuk setiap harinya satu mud. Jika dalam kilogram seberat 0,7 kg atau 7 ons.[1] Fidyah tidak boleh dikeluarkan oleh  perempuan yang berhaidh dan bernifas tetapi terhadap keduanya diwajibkan mengqadha puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya pada waktu sucinya.
 [1] 0,7 kg atau 7 ons jumlah berat beras setelah ihtiyahd (mengambil hal yang lebih pasti).

Syarat sah puasa adalah Islam, suci dari haidh dan nifas dan berakal selama siang hari. Jika seseorang murtad, berhaidh, melahirkan sekalipun tidak ada darah yang keluar atau gila pada sebagian waktu siang maka puasanya batal. Dari syarat sah puasa dapat kita fahami bahwa puasa anak kecil adalah sah sekalipun puasa tidak diwajibkan kepadanya dan puasa murtad tidak sah sekalipun diwajibkan kepadanya.



[1] 0,7 kg atau 7 ons jumlah berat beras setelah ihtiyahd (mengambil hal yang lebih pasti).

0 komentar:

Posting Komentar