Puasa secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari segala sesuatu,
baik itu makanan, bicara perbuatan atau lainnya. Seperti firman Allah yang
menceritakan kisah Siti Maryam
إنى نذرت للرحمن صوما
Maksud kata “shauma” pada
ayat ini adalah menahan diri dari berbicara. Orang arab juga mengucapkan فرس
صائم artinya
: Kuda itu berhenti, kata “shaimun” disini bermakna tidak berjalan.
Pengertian puasa
pada istilah agama adalah : menahan diri dari segala sesuatu yang dapat
membatalkan puasa dengan syarat-syarat tertentu. Maksud menahan diri disini
adalah tidak mengerjakannya, sehingga jika dimasukkan sesuatu kedalam mulut
secara paksa tidak membatalkan puasa, walau disini tidak ada menahan diri dari
makanan artinya makanan telah masuk ke dalam tubuh kita.
Puasa disyari’atkan
pada bulan Sya’ban tahun ke dua Hijriah. Ibnu Hajar al-Haitami tidak
menjelaskan waktu pensyari’atan puasa Ramadhan dalam bulan Sya’ban, apakah di
awal, tengah atau akhirnya. Rasulullah berpuasa sebanyak sembilan kali, karena
beliau menetap di Madinah selama sepuluh tahun. Puasa di bulan ramadhan
merupakan salah satu ibadah khusus ummat Nabi Muhammad, karena itu pengertian
dari ayat QS:2:183 كما
كتب على الذين من قبلكم “artinya : sebagaimana telah
diwajibkan terhadap ummat sebelum kamu” adalah pentasybihan (persamaan)
secara muthlaq (umum) puasa, bukan pentasybihan pada kadar dan waktu
puasa. Pendapat yang mengatakan bahwa puasa bulan Ramadhan merupakan
keistimewaan ummat Nabi Muhammad adalah pendapat yang lebih kuat dari pendapat
yang mengatakan bahwa puasa Ramadhan juga diwajibkan kepada ummat lain.
Kewajiban berpuasa dalam bulan Ramadhan merupakan hukum yang dharury
(diketahui oleh semua lapisan), karena itu seseorang yang mengingkari wajib
berpuasa dalam bulan Ramadhan dihukumkan dengan kafir.
Puasa diwajibkan
kepada muslim yang baligh (sampai umur), berakal dan mampu melakukan
puasa. Dari klasifikasi ini dapat difahami bahwa non muslim tidak diwajibkan
berpuasa. Muslim yang dimaksudkan disini adalah laki-laki dan perempuan yang
masih dan atau pernah dalam islam, karena itu kepada murtad juga diwajibkan
berpuasa dengan pengertian sebab wajib berpuasa tertuju kepadanya karena
diwajibkan mengkadha puasa jika murtad kembali kepada Islam. Berbeda dengan
kafir yang masuk Islam, tidak dituntut mengkadha puasa. Puasa tidak diwajibkan
kepada anak-anak sekalipun puasa yang dilakukan anak-anak hukumnya sah, dapat
difahami dari uraian sah puasa dibawah ini. Puasa juga tidak diwajibkan kepada
orang gila yang bukan karena unsur kesengajaan, jika seseorang gila karena
kesengajaan seperti meminum minuman yang memabukkan atau lainnya maka puasa
diwajibkan kepadanya dengan mengkadhanya jika telah sembuh. Dan puasa juga
tidak diwajibkan kepada orang yang tidak mampu melaksanaknnya, seperti orang
yang sangat tua atau karena sakit yang tidak ada harapan sembuh. Orang yang
tidak mampu melakukan puasa diwajibkan membayar fidyah (memberikan beras
kepada fakir miskin) untuk setiap harinya satu mud. Jika dalam kilogram seberat
0,7 kg atau 7 ons.[1]
Fidyah tidak boleh dikeluarkan oleh perempuan yang berhaidh dan bernifas tetapi
terhadap keduanya diwajibkan mengqadha puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya
pada waktu sucinya.
Syarat sah puasa
adalah Islam, suci dari haidh dan nifas dan berakal selama siang hari. Jika seseorang
murtad, berhaidh, melahirkan sekalipun tidak ada darah yang keluar atau gila
pada sebagian waktu siang maka puasanya batal. Dari syarat sah puasa dapat kita
fahami bahwa puasa anak kecil adalah sah sekalipun puasa tidak diwajibkan
kepadanya dan puasa murtad tidak sah sekalipun diwajibkan kepadanya.
0 komentar:
Posting Komentar